Link Banner
Wednesday, June 10, 2015

Jiwa Indonesia, Warisan untuk Masa Depan Nusantara

Gotong Royong karya I Ketut Wiguna
Merah-Putih, bendera yang telah mengenalkan kita tentang tekat Indonesia di masa lalu. Sebuah tekat yang berani melawan ketidak-adilan di atas tanah nusantara. Sebuah tekat yang akhirnya melahirkan sang Merah-Putih dan Garuda pancasila untuk masa depan. Lewat Merah-Putih ini, kita bisa mengetahui perjuangan para jiwa Indonesia dalam mencapai kegigihan untuk merdeka. Dan lewat merdeka inilah, kita bisa menikmati Mahakarya Indonesia yang telah tercipta di negeri Nusantara Indonesia.


Mengenang lagi di masa sebelum sang Merah-Putih dikibarkan dan Garuda Pancasila dilahirkan. Di saat itu, jiwa indonesia telah tumbuh di dalam setiap benak hati manusianya. Meski bukan lewat perjuangan melawan para penjajah. Tapi jiwa indonesia mereka hadirkan lewat media yang kita kenal hingga di masa ini. Lewat gerakan tubuh, mereka hasilkan Tarian Daerah, Lewat lengkingan suara, mereka hasilkan Lagu Daerah, Lewat petikan dan hentakan mereka ciptakan Alat Musik Daerah, dan lewat kesabaran mereka hasilkan batik, songket, tenun dan banyak kerajinan lainnya yang bisa kita sebut sebagai MAHAKARYA INDONESIA.

Berbicara tentang Mahakarya Indonesia, tentunya itu tidak akan luput dari nilai-nilai luhur yang tercipta dan selalu terikat di hati kita. Nilai tersebut adalah nilai Kesabaran, nilai Kegigihan, nilai  Kerendahan Hati, dan nilai Gotong Royong. Nilai-nilai inilah yang  sejak dulu dipakai oleh para nenek moyang bangsa Indonesia, sehingga akhirnya melahikan banyak keajaiban yang diwariskan untuk masa depan negara ini.
Membatik karya foto Hari
Tentang nilai Kesabaran, kita bisa membayangkan para nenek moyan mengukirkan corak dari setiap tetes lilin ke sebuah kain yang saat ini kita kenal dengan, warisan budaya indonesia ‘Batik’. Tentunya bukan hanya itu saja yang lahir nilai kesabaran, Kain Songket, Ulos, Tenun, dan kerajinan lainnya telah lahir dari apa yang kita sebut sebagai kesabaran dalam berkarya. Pada masa ini, nilai kesabaran tentunya bisa kita hadirkan dalam kehidupan sosial sehari-hari, dimana setiap masalah bisa kita selesaikan dengan musyawarah dan hati yang sejuk.

Lalu Kegigihan dan Gotong Royong, hingga saat ini kita masih bisa merasakan hal itu di dalam diri kita sendiri. Nilai ini selalu kita apesiasikan dalam bekerja ataupun belajar, dimana tujuan untuk memberikan yang terbaik hadir dari dalam diri kita untuk bangsa, lingkungan dan keluarga. Pada masa nenek moyang, nilai kegigihan dan gotong royong lahir dari mereka yang ingin berkembang dan maju, hadir dari mereka yang bekerja sama dalam membentuk apa yang kita sebut sebagai tarian, lagu, dan musik daerah.
Bela Diri Pencak Silat
Terakhir adalah Kerendahan Hati, tanpa hal ini kita akan menjadi manusia yang egois dan hanya memikirkan diri sendiri. Nilai ini tentulah telah tertanam di dalam nenek moyang kita hingga melahirkan Pencak Silat, sebuah bela diri yang tidak hanya mengandalkan kekuatan semata, tapi juga kerendahan hati agar tahu bahwa setiap manusia adalah makhluk tugan yang maha kuasa. Alhasil kita tidak akan sombong, tidak akan tamak dan takabur dalam bertarung.

Adapun keempat nilai inilah yang telah menjadi panutan Dji Sam Soe – Mahakarya Indonesia dalam menciptakan even blogger gathering dengan tema Jiwa Indonesia. Lewat even ini, mereka hadirkan 3 pembicara yang telah memberikan kontribusi besar bagi nusantara, yaitu JJ Rizal yang merupakan seorang ahli sejarah, Yayan Ruhian yang merupakan seorang ahli pencak silat, dan Nanang Hape yang merupakan seorang dalang wayang urban.

Ketiga tokoh ini secara tidak langsung telah menyebarkan nilai Indonesia di mata Internasional, JJ Rizal dengan pemikiran sejarahnya yang mengajarkan kesabaran. Yayan Ruhian dengan pencak silatnya yang mengajarkan Kerendahan Hati. Nanang Hape, yang mengajarkan kegigihan dan goyong royong lewat cerita perwayangan yang dibawakannya.


Melihat nilai yang begitu megah di Indonesia ini, masihkan kita sombong? Masihkan kita ‘buta’ akan budaya indonesia yang begitu elok ini? Masihkah kita ‘malas’ untuk bekarya, bekerja, dan belajar dalam membentuk sebuah cita-cita? Hal itu ada di dalam diri kalian sendiri, kalian sendirilah yang berhak akan kehidupan kalian. Kalian sendirilah yang harus berusahan untuk menciptakan Mahakarya Indonesia selanjutnya.

Tulisan ini diikutsertakan dalam Kontes Blog Dji Sam Soe - Mahakarya Indonesia, Jiwa Indonesia.
Scroll to Top